Hanya isi buntalan seorang pemulung jalanan dunia maya. Pemulung yang memunguti apa saja yang dianggap punya nilai, lalu begitu saja memasukkan ke dalam buntalan yang ia gendong. Entah sekedar mencatat,men-cacat atau sekedar menggema-ulangkan |
|
Mata Fariz Berkaca-kaca di Perayaan Natal yang Kontroversial
: Tuesday, July 26, 2011
| 11:52 PM
x
MUNA PANGGABEAN : REP | 07 January
2011 | kompas.com.
pengantar: pada tanggal 25 desember 2010, fariz rm bernyanyi di dalam ibadah natal gki maulana yusuf bersama qasidah ar-rahman, dilanjutkan sapaan natal ulil abshar abdalla. jauh melampaui sebagian kaum muslimin yang masih enggan dan ragu berucap selamat natal, fariz mantap akan keputusannya. namun, sebagian teologiman Kristen justru mengecam acara tersebut. Dan ada ratusan komen pro Kontra, yang tidak saya publish karena berbagai pertimbangan
5 Januari 2011, Fariz RM berhari
jadi yang ke-52. bersama Wiendy Widasari, Diani Sitompul, si kecil Sophia, dan
Sahat, saya datang berucap selamat. Oneng menyambut dengan wajah riang, Fariz
menyusul 10 menit kemudian. kue hari jadi ‘Fariz 52: mengalir lebih deras’ yang
kami pesan dari rumah kue Hansel & Gretel tersaji di meja. ditemani Sophia,
putri Diani, Fariz meniup lilin, memotong kue, menyuapi sang istri dan memberi
kecupan tipis di bibir. saat mencicipi kue double chocolate, Fariz terbelalak.
luar biasa enak, serunya.
Fariz kemudian makan mie panjang
umur yang dibawa Diani. Sahat menghajar 1 dari 7 bungkus nasi padang rumah
makan Sederhana yang dibawanya. sebuah perayaan hari jadi yang
bersahaja namun hangat. seusai makan, kami berkongkow seru, termasuk membincang
komentar beberapa teologiman di facebook soal ibadah Natal di GKI
Maulana Yusuf, 25 Desember 2010. berikut, petikannya:
Saya mengenal Yesus sejak lahir,
berdoa kepadanya, dan rajin mengikuti komuni. itu kebiasaan indah yang menghias
masa kecil. ketika mami kemudian menjadi mualaf, saya pun ikut
dengannya. saya seorang muslimin yang tidak terlalu taat, jarang sholat, namun
berusaha mati-matian menghargai kemanusiaan.
Saya hidup di negara yang menetapkan ‘bhineka tunggal ika’ sebagai semboyan yang menghidupi masyarakatnya. ketika kemudian menjadi musikawan, nilai-nilai itu muncul di setiap karya musik yang saya persembahkan. tentu saja saya menolak untuk dikotak-kotakkan ke dalam warna musik tertentu, parpol tertentu, bahkan agama tertentu. saya milik semua golongan. itu cara yang saya pilih untuk bersetia kepada republik tercinta ini.
Ketika menerima undangan dari GKI
Maulana Yusuf untuk bernyanyi di dalam ibadah Natal tanggal 25 Desember 2010, Oneng
sempat sedikit kuatir. saya
menenangkannya dengan berkata: jika ini undangan dari Tuhan, semua akan
dimudahkan. saya bertanya kepada Sahat, lagu apa yang harus saya nyanyikan.
sobat saya yang ‘setengah dewa’ itu menjawab cepat: Mari Pulihkan Dunia,
dan Aku Mau Bilang Padamu. Namun, yang bikin saya kaget, Pendeta
Albertus Patty meminta agar “Mari Pulihkan Dunia“ dinyanyikan bersama jemaat di
dalam ibadah. itu bikin saya bertanya kepada diri sendiri: siapakah saya yang
muslimin ini hingga mendapat kehormatan memandu umat Kristen menyanyikan lagu
pujian kepada Tuhannya?
Saya lalu terkenang kembali ke
masa kecil ketika rajin pergi ke gereja bersama mami. ada rasa haru yang
menyeruak. gambar di layar kenangan itu berpindah cepat ke rentang waktu ketika
saya berada di dalam penjara akibat sebuah kebodohan yang luar biasa. saat itu,
Ravenska dan Ravenski bercerita tentang suster-suster di sekolah Tarakanita
yang sering bertanya mengenai keadaan saya di penjara Cipinang. “ayah,” kata Venska,
“beberapa suster menyalakan lilin setiap pagi dan menaikkan novena
untuk kebebasan ayah.” doa-doa mereka mewujud. saya dibebaskan dari segala
tuntutan. malam pertama kembali berada di rumah, saya merenung dan bertanya: ya
Allah, kapan saya bisa membalas kebaikan orang-orang Kristen itu?
Semua kenangan itu memantapkan
hati untuk memenuhi undangan GKI Maulana Yusuf. Sedikit pun tak ada lagi
keraguan. sehari sebelum berangkat ke Bandung, saya berkunjung ke rumah Mami
dan terkejut ketika mendapati dia sedang membaca buku Dari Sebuah Guci.
“berhari-hari mami tak bisa lepas dari buku ini, indah sekali,” ucapnya. mami
mengaku sudah baca buku tersebut 2 kali, dari awal hingga akhir. “ini yang
ketiga kali,” katanya. kepada mami saya ceritakan rencana kepergian ke Bandung
esok dan bernyanyi di dalam ibadah Natal. “pergilah,” ucap mami sambil mengecup
pipi saya, “tidak semua orang seberuntung kamu.”
Saya memutuskan untuk
menyanyikan Aku Mau Bilang Padamu tidak seperti versi yang
saya nyanyikan dalam CD Dari Sebuah Guci. syairnya sederhana, tapi sangat
menggetarkan dan karenanya perlu disampaikan dengan cara yang juga sederhana:
bernyanyi sambil memainkan piano tunggal. semua hentak perkusi saya hilangkan.
keindahan syairnya harus sampai ke umat yang mendengar.
tanggal 25 Desember itu saya bangun pagi dan menyiapkan diri dengan utuh: tidak cuma pita suara tapi juga hati, karena hanya dengan bersikap jujur sebuah pesan bisa mendarat dengan baik. keluar dari kamar hotel, saya dan Oneng bersua dengan Sahat dan Muna dan langsung menyampaikan selamat Natal. kami berdua berangkat ke gereja, jauh mendahului muna dan Sahat yang bahkan pada saat itu belum mandi. ya, saya sangat bersemangat menyongsong pengalaman spiritual yang sebentar lagi saya masuki.
Di dalam gereja, saya memeriksa keyboard
dan sequencer, memastikan semua sudah terhubung dengan baik. segala
sesuatu nampaknya berjalan lancar. saat itulah sebuah suara menyelinap keluar
sanubari: Tuhanlah yang mengundang saya datang ke rumahNya pagi ini. Saya ingat
betul, dada saya berdebur lembut saat itu.
Ibadah dimulai. saya duduk
bersama Oneng dan Muna. aneh, saya sama
sekali tidak merasa canggung dengan suasana yang tercipta. saya dan Oneng duduk dan berdiri sesuai dengan ajakan yang
tertulis dalam tata ibadah. ketika mendengar umat bernyanyi, saya terpana oleh
keindahan musikal yang tersaji.
dan, tibalah giliran saya maju
ke depan. Bohong, jika saya katakan dada saya tidak berdebar. pertama, ini kali
pertama saya bernyanyi di pagi hari, beberapa menit sebelum jam 8. kedua, ini
kali pertama juga saya bernyanyi di tengah-tengah orang Kristen di dalam ibadahnya.
sebab, jangankan di dalam gereja, di dalam masjid pun saya belum pernah
bernyanyi.
Intro mengalun sepanjang 4 bar
dan saya lantas terkejut karena keheningan betul-betul menyekap. demi Allah,
saya kepingin menangis ditemani suasana khusyuk seperti itu. tidak satu pun
suara lain terdengar, tidak seperti di konser-konser saya yang riuh dan penuh
celoteh. saya betul-betul di bawa ke hadirat Allah untuk mengumandangkan pujian
kepadanya. larik demi larik saya ucapkan. saya tahu, syair lagu “Aku Mau Bilang
Padamu” ditulis Muna Panggabean berdasarkan nyanyian Pujian Maria di Injil Lukas.
sambil bernyanyi saya mengenang devosi dan Salam Maria yang dulu kerap saya
ucapkan di masa kecil. saya terkenang kepada mami, kepada opa dan oma. saya
merasa dipersatukan kembali dengan mereka setelah selama ini dicekoki
paham-paham yang mengatakan ada tembok pemisah yang kokoh antara umat Islam dan
umat Kristen. itu adalah 4 menit terindah dalam hidup saya. 4 menit yang
mengatasi semua kepahitan. dulu, ketika menguburkan anak pertama, saya berkata,
“ya Allah, aku hadapkan wajah anakku ini kepadaMu; tapi beri aku keajaiban agar
dapat kembali percaya kepadamu.” tak cuma satu, Tuhan kemudian memberi
saya sepasang anak kembar. dan pagi itu, di dalam gedung gereja, Tuhan yang dulu
saya tantang, Tuhan yang dulu saya sangkal, berhadapan dengan saya dan
menyinari wajah saya dengan kemuliaanya. kepada dunia cinta mendamba dan
mengosongkan dirinya.
Saya sangat menikmati khotbah Pendeta
Berty. buat saya, dia adalah imam bagi kemanusiaan yang utuh. dia mengajar saya
untuk tidak merasa terpisah dari sesama umat. saya berbahagia sekali dan
melamun menyampaikan kabar itu kepada mami di rumahnya. saya membayangkan
berkata begini: “mami tidak perlu gelisah. di surga, kita akan berjumpa dengan opa
dan oma karena ternyata mereka juga ada di sana.”
damai kian merasuki hati ketika
mendengar tuturan Yanti Kerlip, perempuan berjilbab, pegiat
kemanusiaan yang teguh menyapa umat Kristen dengan ucapan: saudaraku yang
seiman, pagi ini kita merayakan hari kelahiran Yesus kristus. it’s ring my
bell, bukankah Yesus juga nabi yang saya puja?
Selanjutnya nafas saya menderu
menikmati rancaknya para penabuh ar rahman memukul kendang dan
rebab dan kemudian betul-betul tercengang ketika jemaat Kristen GKI Maulana
Yusuf memberi applause panjang seusai ar rahman
mengumandangkan shalawat nabi. inikah Indonesia baru itu? Ulil
Abshar Abdalla lalu membantu saya dan segenap umat Islam untuk
meyakinkan umat Kristen bahwa kami bukan kaum barbarik yang semena-mena dan
mengira punya kuasa untuk mengatur republik ini sendirian. saya bersyukur
mendapati islam indonesia memiliki seorang intelektual secerdas dia. ah, pagi
itu saya ternyata punya sangat banyak alasan untuk bersyukur.
Lalu, puncak acara saya masuki
dengan mendendangkan lagu Mari Pulihkan Dunia. itu memang
bukan kali pertama saya bernyanyi dengan orang banyak, tapi pagi itu saya
bernyanyi bersama mereka kepada Tuhan. semua orang bernyanyi sambil
bertepuk-tangan: tua-muda, besar-kecil di gedung gereja yang penuh sesak. saya
sangat bersukacita. siapa pun pasti larut ke dalam syair yang mudah dicerna,
lugas, namun membongkar semua kemapanan.
reff:
mari pulihkan dunia
dengan
sepenuh jiwa
sepenuh
hasrat, juga semburat
cahaya
berpendar di s’k’ilingmu
mari getarkan cinta
dengan keringat kerja
mari ucapkan, juga lakukan
hingga kau rebah.
1/
kepada m’reka yang kalah
(tertindas dan dilupakan)
tarian
kita bersembah
kita
kabarkan warta
bahwa
surga t’lah sunyi
s’bab
Tuhan ada di bumi
menari
bersama kita ==>reff
2/
satu tepukan di bahu
(sapaan lembut dan mesra)
adalah embun penyembuh)
sungguh tak ada kubu)
cuma hasrat merindu)
Tuhan melompat riang)
bersama kita
berdendang==>reff)
Dan ketika kebaktian usai, saya
berdiri di pintu keluar bersama Pendeta Berty, Ulil, Muna, dan Oneng . rahmat Allah
yang maha besar terasa diguyurkan ke wajah. ada lebih dari 1000 orang yang
menyalami saya dan berkata satu-per-satu: ‘terima kasih atas lagu-lagunya, mas,
saya merasa diberkati’. saat itu saya langsung tahu, jika kelak MUI atau FPI
mengecam keterlibatan saya di dalam ibadah Natal ini, saya sudah punya jawaban:
‘menurut kalian, dengan ucapan yang saya terima dari lebih 1000 umat seperti
itu, saya akan diganjar pahala atau kutukan?”
Saat itu pula saya teringat akan
wejangan papi, beberapa jam sebelum dia mengembuskan napas terakhir dahulu.
)
“Is,ingatlah bahwa kamu seorang khalifah.”
“saya tahu, pap”
“tidak, kamu tidak tahu bahwa
kamu adalah seorang khalifah bagi para penggemarmu.”
saya tersentak, itu beban yang
sangat berat.
‘terima kasih atas
lagu-lagunya tadi, mas fariz, saya merasa diberkati.’
masya Allah, wejangan papi
menemukan wujudnya pagi itu.
(pada bagian ini mata Fariz
berkaca-kaca)
Jadi, kalau para Ahli Teologi
mengecam ibadah Natal kemarin, itu berarti mereka sama sekali tidak peka kepada
kebutuhan umatnya. mereka membutakan mata bahwa di antara para jemaat ada yang
memiliki dilema seperti mami saya; pasti ada dari antara mereka yang
berayah-ibu Iislam, atau berkakek-nenek Islam dan selama ini terus dihantui
ketakutan tidak bertemu dengan mereka lagi di surga nanti. ibadah Natal tanggal
25 Desember kemarin telah menyatukan kita semua. nanti, di surga,
suasananya sama seperti di GKI Maulana Yusuf kemarin: orang Kristen, Islam, Hindu,
Buddha, Kejawen, Tao, Konghucu, Sinto, berdiam di satu rumah, memuji dan
menyembah Allah yang satu. lebih daripada segalanya, ibadah Natal GKI Maulana
Yusuf kemarin telah menghadirkan prototipe surga kepada kita.
Yang terakhir, saya mau bertanya
kepada mereka yang mengecam itu: apakah ada dari antara mereka yang pernah diundang
langsung oleh Tuhan? saya, Fariz RM sudah pernah dan saya memenuhi undangannya
pada tanggal 25 Desember 2010 di gedung gereja GKI Maulana Yusuf. di sana saya
memuliakan Tuhan yang turun ke bumi dalam rupa cinta.
Sepulang dari bandung saya jadi
rajin bersholat. setiap jam 4 pagi saya bangun dan berjalan kaki ke masjid. di
sana saya berdoa bagi segenap manusia. saya berdoa buat papi, buat mami, buat
venska dan venski yang sedang menuntut ilmu di belanda, buat opa dan oma, buat
muna, buat pendeta berty, dan buat buku Dari Sebuah Guci.
sekarang, saya mantap. jika Tuhan sudah menetapkan waktunya, saya siap. catatan: 1. sampai dengan saat ini Fariz RM masih menderita kanker hati; sebagian sudah diangkat, namun sebagian masih berdiam di pankreasnya. tidak berkembang, katanya sambil tertawa lepas)
2. untuk menikmati nyanyian
Fariz RM dalam ibadah Natal kemarin, sila kunjungi www.darisebuahguci.com klik kanal
KLIP, di sana ada beberapa video file.
|
Profile
Just a Web Surfer, nothing else, Not A hacker, just copy n paste some content Credits
Layout is by Cia: (Blog | Acc)Icons/banners are from: Reviviscent. Inspiration: Hokairotciv & Fruitstyle |